Patrolicia.com/kota Kupang. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) NTT, Messerasi Ataupah melarang wartawan untuk masuk ke Gudang Farmasi Dinkes NTT untuk mengambil photo dan vidio keberadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Barang Habis Pakai (BHP) Covid-19 pada Jumat (28/5/21).
“Tidak boleh ambil gambar di gudang! Pak dong harus tahu etika,” comel Ataupah sambil berjalan membelakangi wartawan, menuju meja kerjanya.
Mendengar larangan itu, Pemred Suara Flobamora, Fabian Latuan memprotesnya. “Justru karena kami tahu etika makanya kami perlu minta ijin untuk mengambil gambar dan vidio tentang 8 item barang yang dikatakan masih ada di gudang,” tandasnya.
Menanggapi protes itu, Kadinkes Ataupah mengatakan, “Kalau mau pergi, tidak boleh masuk. Hanya boleh ambil gambar dari luar saja. Sepakat yah?” ujarnya.
Para wartawan yang sebelumnya sudah berdiri hendak menuju gudang Dinkes NTT, langsung keluar ruang. Sementara Kadinkes Ataupah masih memarahi Kabidnya yang telah mengijinkan wartawan untuk masuk ke gudang untuk mengambil gambar dan vidio. “Itu rahasia negara …,” ujarnya terdengar sampai terdengar oleh wartawan yang berada di pintu keluar.
Kejadian itu bermula ketika sejumlah wartawan menemui Kadis Ataupah untuk meminta penjelasan pihaknya terkait temua BPK RI tentang dugaan raibnya 8 item ADP dan BHP dari gudang Dinkes NTT. Setelah mewawancarai Kadis Ataupah, wartawan dipersilahkan untuk mewawancarai Kabid Pelayanan Kesehatan (Pelkes), Emma Simanjuntak dan Apoteker Senior, Thresia Neot. Sedangkan Kadis Ataupah meninggalkan tempat wawancara dan duduk sambil berpangku kaki di kursi sofa yang berada tak jauh dari meja rapat tempat wawancara.
Usai wawancara, wartawan meminta ijin Kabid Pelkes untuk dapat mengambil photo dan video tentang keberadaan 8 item barang tersebut. Menanggapi permintaan tersebut, Kabid Emma bersedia mengantar para wartawan ke Gudang Dinkes untuk mengambil gambar (foto dan vidio, red) tentang 8 item barang yang dikatakan masih ada.
Namun saat Kabid Pelkes pamit kepada Kadis Ataupah yang duduk di kursi tamu, tak jauh dari meja rapat kadis (tempat wawancara, red), Kadis Ataupah malah melarang wartawan untuk masuk ke gudang Dinkes NTT untuk mengambil gambar (photo dan vidio, red). Mendengar penjelasan Kabid Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Kadis Ataupah melarang Kabid untuk mengantar wartawan ke gudang Dinas Kesehatan NTT di bilangan Pulau Indah, Oesapa, Kota Kupang.
Sebelumnya, Kadis Ataupah saat diwawancarai wartawan mengatakan bahwa temuan BPK RI tersebut merupakan temuan administrasi. “Barang persediaan yang semua alat buktinya ada. Tidak masalah sudah konfirmasi dengan bpk kemarin. Karena ini hanya administrasi, barangnya ada. Ada kesalahan pahaman saja. Yang ditanya dan dijawab kebetulan nggak ngerti. Yang ngerti tidak ada?” ujarnya.
Saat dijelaskan bahwa BPK RI telah melakukan pemeriksaan gudang Farmasi Dinkes NTT sebelum melakukan wawancara, Ataupah membantahnya. “Nggaaak. Bukan! Yang diwawancarai tidak tahu barang itu dimana? Tidak, tidak ada pemeriksaan begitu. Karena wawancara, yang bersangkutan tidak tahu taro dimana?” ujarnya memotong pembicaraan wartawan.
Menurutnya, sebagian besar APD dan BHP tersebut telah didistribusi. “Ada sekian item, saya tidak hafal karena saat itu saya belum masuk di sini juga. Saya kan baru masuk di sini bulan Agustus. Tapi apapun itu kita harus tanggungjawabkan? Jadi yang tahu persis mungkin ibu Kabid dengan Kepala Seksi,” katanya.
BPK RI, jelas Ataupah, telah mewawancarai Kepala Seksi Farmasi/Kepala Gudang sebagai narasumber yang tidak tepat. “Menurut saya yang diwawancarainya yang salah. Narasumbernya sonde kena nah bagaimana? Kalau pak dong wawancara narasumber yang bukan narasumber nah kacau sudah,” ujarnya sambil tertawa.
Pihaknya, lanjut Ataupah, telah memberikan klarifikasi tetapi belum diterima oleh BPK RI. “Kita sudah kasih jawaban tapi mereka tetap berpatokan pada wawancara itu. Itu yang saya bilang kalau wawancara narasumbernya tidak kena,” katanya.
Sementara itu, Kabid Pelayanan Kesehatan Dinkes (Pelkes) NTT, Emma Simanjuntak menjelaskan, 8 item APD dan BHP yang diragukan keberadaannya oleh BPK RI masih ada dan belum didistribusikan saat pemeriksaan oleh BPK RI. “Barang-barang yang dipertanyakan ada semua dan kami bisa buktikan,” ujarnya.
Misalnya, lanjut Kabid Emma, masker N95 M (20) yang saat pemeriksaan disebutkan tidak ditemukan keberadaannya. “Sebenarnya barang itu masuk Bulan Desember 2020 dan barang itu masih ada secara fisik. Barang itu belum kami gunakan, belum kita didistribusikan. Tapi karena kondisi gudang yang banyak barang, saat pemeriksaan teman-teman tidak dapat menunjukan,” jelasnya.
Setelah itu ada temuan, kata Emma, pihaknya melakukan telusur keberadaan 8 item tersebut. “Memang ada dan belum didistribusikan. Sedangkan sebagian barang sudah didistribusikan. Misalnya sarung tangan steril yang sudah dikirim ke Rumah Sakit tujuan dan diterima, ada tanda terima yang dicap dan dikembalikan ke kami. Seperti kacamata google yang kami kirim 100 unit ke Rumah Sakit T. C. Hilers Maumere pada tanggal 21 Februari. Kita punya bukti bahwa mereka sudah terima,” paparnya.
Bila diperlukan, katanya, pihaknya bisa memberikan data logistik Covid-19 dari 8 item tersebut yang sudah dikirim. “Kita punya lengkap, per jenis dan per tujuan, tapi mungkin ijin Pak Kadis, kita belum bisa kasih karena belum kita sampaikan ke BPK RI dan inspektur daerah. Kami masih rapihkan, mungkin Hari Senin/Selasa minggu depan sudah bisa,” ucap Kabid Emma.
Menurutnya, saat pemeriksaan oleh BPK RI, ia juga diperiksa tetapi untuk masalah yang lain. “Waktu BPK periksa ke Instalasi Farmasi yang mendampingi adalah Kepala Seksi Farmasi/Kepala Gudang (yang juga diwawancarai BPK RI, red),” ujar Kabid Emma.
Usai wawancara, para wartawan bergerak menuju Gudang Farmasi Dinkes NTT. Saat tiba di Gudang Farmasi Dinkes NTT, tampak 1 unit sepeda motor polisi diparkir tempat di pintu masuk, depan pos jaga. Para wartawan disambut oleh seorang pegawai Dinkes NTT di pintu masuk. Ia menanyakan keperluan para wartawan. Setelah disampaikan tujuan kedatangan para wartawan, Ia mengatakan, “Boleh tapi hanya dari gudang luar saja,” ucapnya.
Para wartawan pun mengambil gambar dan vidio dari beberapa bangunan yang berada di lokasi gudang tersebut. Tampak Alkes dan obat-obatan menumpuk hingga emperan gudang.
Di bagian timur lokasi tersebut tampak sebuah gudang yang terbuat dari rangka baja namun tidak berdinding. Di tempat ini tumpukan Alkes dan obat-obatan yang menurut pegawai gudang adalah alkes dan obat-obatan bantuan.
Terlihat alamat tujuan bantuan tersebut ke beberapa kabupaten di NTT, antara lain RSUD dr. Ben Mboi Ruteng dan RSUD S.K. Lerik Kupang. Tampak juga bantuan paket APD dari Kementerian Kesehatan RI. Bantuan tersebut masih menumpuk di gudang yang tak berdinding tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Alat Kesehatan (Alkes) berupa Alat Pelindung Diri (APD) dan Barang Habis Pakai (BHP) Covid-19 dengan nilai sekitar Rp 1,7 M diduga raib dari gudang Farmasi Dinas Kesehatan (Dinkes) NTT. Hal tersebut telah menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Berdasarkan halaman konsep temuan BPK RI Perwakilan NTT yang diperoleh Tim Media ini dari sumber tersebut, ada 8 jenis APD dan BHP yang tidak diyakini keberadaannya oleh pemeriksa. BPK RI menilai barang yang diduga raib itu sebesar Rp 1.746.930.679,-.
BPK RI merincikan APD dan BHP yang raib, yakni 1) Satu paket persediaan sarung tangan steril dengan nilai sekitar Rp 248 juta; 2) Kacamata google sekitar Rp 19 Juta; 3) Alkohol 70% sekitar Rp 49 Juta; 4) Hand Sanitizer sekitar sekitar Rp 345 Juta; 5) Masker Bedah sekitar Rp 12 Juta; 6) Masker N95 M (10) sekitar Rp 561 juta; 7) Masker N95 (20) sekitar Rp 412 Juta; dan 8) Masker Kain dengan nilai sekitar Rp 198 Juta.
Menurut BPK RI, berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan, diketahui bahwa jumlah fisik BHP dan Alkes pada Gudang Dinas Kesehatan sudah melebihi kapasitas gudang sehingga identifiksi keberadaan persediaan berdasarkan sumber dana menjadi sulit dilakukan.
Namun, lanjut tulis BPK RI, sampai pemeriksaan berakhir, Kepala Seksi Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyatakan bahwa tidak dapat melakukan penelusuran keberadaan selisih fisik delapan jenis persediaan tersebut. “Maka Persediaan BHP dan Alkes senilai Rp 1.746.930.679,- tidak dapat diyakini keberadaannya,” tulis BPK RI. (sf/tim)