Fraksi Golkar Nilai Ada Indikasi Pelanggaran Hukum Terkait Kredit Rp 130 Milyar PT. Budimas Pundinusa
Patrolicia com/kota Kupang. Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menilai ada potensi kerugian Bank NTT (senilai Rp 100 Milyar) dan ada indikasi pelanggaran hukum terkait pemberian kredit Rp 130 Milyar oleh Bank NTT kepada PT. Budimas Pundinusa yang harus dijernihkan (dijelaskan secara transparan oleh managemen Bank NTT, red) demi kredibilitas Bank NTT.
Demikian rilis tertulis tanggapan Fraksi Golkar terhadap pernyataan Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho melalui pemberitaan media online (kriminal.com tanggal 16/11/2021, red) terhadap Pandangan Umum Umum Fraksi Golkar, khususnya terkait kredit macet PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 130 Milyar, yang diterima tim media ini pada Senin (22/11/2021).
“Ada dua aspek yang disoroti Fraksi Partai Golkar dalam Pemandangan Umumnya. Pertama, aspek potensi kerugian Bank NTT dan Kedua, aspek indikasi pelanggaran hukum akibat ketidakpatuhan terhadap SOP mitigasi resiko pada Bank NTT (terkait pemberian kredit RP 130 M kepada PT. Budimas Pundinsa, red),” tulis Fraksi Golkar.
Menurut Fraksi Partai berlambang Pohon Beringin itu, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Robert Sianipar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPRD NTT pada tanggal 15 November 2021 tentang take over kredit Bank Artha Graha Kantor Pusat menjelaskan, pertama, bahwa sesuai hasil pengawasan OJK, betul ada kredit macet sebesar Rp 100.000.000.000,- oleh PT Budimas Pundinusa di Bank NTT.
“Tahap I, pemberian kredit sebesar Rp 32.000.000.000, yang merupakan take over kredit Bank Artha Graha kantor Pusat. Tahap II, berupa tambahan kredit investasi sebesar Rp 20.000.000.000,- untuk pembibitan dan penggemukan ternak. Tahap III, berupa tambahan kredit Modal Kerja sebesar Rp 48 .000.000.000,- untuk kegiatan antar pulau ternak,” rinci Fraksi Golkar.
Kedua, lanjut Fraksi Golkar NTT, OJK menemukan adanya kelemahan dalam tata kelola pengurusan kredit, yaitu evaluasi terhadap kondisi debitur tidak mamadai. Core bisnis PT Budimas Pundinusa adalah Usaha Penyediaan Layanan Proteksi Kebakaran dan Tanggap Darurat Terintegrasi, bukan usaha ternak (pembibitan dan penggemukan sapi, red).
Ketiga, penambahan fasilitas kredit tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian (due diligence) melalui sebuah analisis yang cermat, yaitu pembibitan, penggemukan dan antar pulau ternak,” imbuh Fraksi Golkar NTT.
“Dari uraian tersebut di atas, jelas ada potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 100.000.000.000,- dan juga ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses pemberian kredit yang harus dijernihkan demi kredibilitas Bank NTT,” tegas Fraksi Golkar NTT.
Terkait hal tersebut, Fraksi Golkar NTT mengkritisi tanggapan Gubernur NTT, Viktor Bungtilus Laiskodat (VBL) terhadap Pemandangan Umum Fraksi Golkar pada tanggal 16 November 2021, yang menegaskan bahwa masalah kredit macet PT Budimas Pundinusa sudah selesai, karena Bank NTT sudah melakukan pelelangan agunan PT Budimas Pundinusa yang berlokasi di Mataram Nusa Tenggara Barat.
Menurut Fraksi Golkar, pernyataan tersebut terkesan tidak masuk akal, karena pada tanggal 15 November 2021, melalui koran Timor Express justru Bank NTT mengumumkan panggilan menghadap kepada 211 debitur bermasalah agar wajib menghadap ke kantor Bank NTT sebelum tanggal 26 November 2021, pukul 16,30 WITA dan PT. Budimas Pundinusa merupakan debitur nomor urut 1 dari 211 debitur yang dipanggil Bank NTT. Apabila para debitur (termasuk PT. Budimas Pundinusa, red) tidak menyelesaikan tunggakan hutang yang ada, maka Bank NTT akan melaporkan para debitur ke pihak Aparat Penegak Hukum (APH).
“Menjadi pertanyaan publik, bagaimana mungkin, Bank NTT masih memanggil PT Budimas Pundinusa untuk menghadap menyelesaikan hutangnya paling lambat tanggal 26 November, padahal agunannya sudah selesai dilelang sesuai Tanggapan Gubernur NTT (VBL) tanggal 16 November 2021 dan masalahnya dinyatakan selesai tuntas. Fraksi Golkar dan publik justru ingin mendapatkan penjelasan dari Dirut Bank NTT,” tantang Fraksi Golkar.
Lebih lanjut, Fraksi Golkar NTT menanggapi pembelian Medium Term Notes (MTN) PT. Sunprima Nusantara Pembiayaan (PT. SNP) Rp senilai Rp 50 Milyar yang merugikan Bank NTT. Pemandangan Umum Fraksi Golkar tersebut didasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) yang menemukan adanya potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 50.000.000.000.-karena PT SNP sudah dinyatakan pailit dan kegiatan usahanya dibekukan oleh OJK, tidak berselang lama setelah terjadi transaksi pembelian MTN PT SNP oleh Bank NTT.
Selain itu, BPK juga menemukan, bahwa proses pembelian MTN PT. SNP tidak didahului prinsip due diligence atau prinsik kehati-hatian/uji tuntas, yaitu proses identifikasi, verifikasi, pengumpulan informasi dari pelbagai pihak dan pemantauan langsung untuk memastikan keberhasilan investasi.
“Pembelian surat berharga medium term notes/MTN) pihak ketiga non bank tidak ada dalam Rencana Bisnis bank NTT tahun 2018, serta prosesnya sangat cepat. Ada indikasi pelanggaran SOP yang berhubungan dengan mitigasi resiko, yang harus dijernihkan oleh Aparat Pemegak Hukum agar duduk perkara menjadi terang benderang,” tulis Fraksi Glokar lebih lanjut.
Terkalit hal tersebut, lanjut Fraksi Golkar, bahwa Dirut Bank NTT telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dan sudah dimuat pada portal BPK. “Hal itu adalah proses administasi yang seharusnya demikian; tetapi tidak serta merta menyelesaikan potensi kerugian Bank NTT sebesar Rp 50.000.000.000,- dan menghentikan upaya penjernihan indikasi pelanggaran SOP yang bisa berujung pada masalah hukum, seperti yang ditemukan oleh BPK. Jadi masalah masih tetap ada dan masalah tidak selesai seperti yang disampaikan oleh Dirut Bank NTT,” tegas Fraksi Golkar.
Seperti diberitakan sejumlah media online pada Selasa (16/11), Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Alex Riwu Kaho menilai pandangan umum Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tentang adanya kemungkinan kerugian bank NTT terkait kredit macet PT. Budimas Pundinusa Rp 130 Milyar dan pembelian MTN Rp 50 Milyar dinilai tidak benar. (rjb/tim).