Sudah kala pengadilan,Pemprov NTT Diminta Jangan Arogan dengan Tanah RSP di Manulai

1,114

 

Patrolicia.com/provinsi NTT              Biyante Singh, kuasa Hukum Keluarga Yohanes Limau, meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak boleh arogan dengan perkara tanah yang hendak di bangun Rumah Sakit Pratama di Manulai Kupang.

Biyante mengatakan bahwa, Pemprov NTT sudah kalah dalam putusan pengadilan 22 Juni 2021 lalu.
Ia mengisahkan, sejak awal Yohanes Limau melakukan guguatan terhadap obyek sengketa pada perkara nomor 228.
“Yang mana gugatan ini sudah dilakukan sebanyak dua kali, awalnya tahun 2019, penngguat Yohanes Limau menggugat kepada keluarga Penun. Penggugat kesepuluh itu Pemprov NTT dan badan pertanahan Kota Kupang. Pada tahun 2000 terjadi perdamaian keluarga Penum dan Limau yang dibuktikan dengan akta fanbading. Dengan demikan kami mencabut perkara tersebut. Tahunm 2020 kami gugat lagi pihak satu itu gubernur NTT dan badan pertanahan Kota Kupang. Kemarin tanggal 22 Juni sudah ada putusan oleh pengadilan dimana isinya mengabulkan penggugat. Kami meminta Pemrov NTT meminta untuk mengentikan segala aktivitas diatas obyek sengketa hingga ada keputusan tetap”, kata Biyante, Kamis 24 Juni siang.
Soal eksekusi oleh Pemprov NTT pada Tnggal 17-19 Januari tahun 2020 lalu, Biyante menyebut itu adalah bentuk arogansi Pemerintah Provinsi NTT.
“Saya tekankan saat itu bukan eksekusi yang punya kewenangan untuk eksekusi itu adalah pemgadilan. Saya melihat pemahaman hukum mereka amat dangkal. Tetapi hal itu sudah terungkap dalam fakta persidangan kemarin, terbukti di situ mereka buat setifikat diatas obyek sengketa pada tahun 2020. Dasar mereka membuat setifikat dimaksud dengan menggunakan putusan yang amarnya itu bersifat NO atau tidak dapat diterima,” ujarnya menjelaskan.
Menurutnya, dalam bukti dipengadilan yang diajukan Pemprov NTT, Salah satu yang dilakukan adalah dengan melampirkan pelepasan hak tanpa batas, tidak ada uraian batas-batas. Yang menunjukkan batas-batas itu dari Keluarga Nenobatas, bukan keluarga Limau.
“Itu bukan eskekusi tapi tindakan otoirter oleh pemerintah. Kalau pemerintah mau laukan langkah hukum saya minta hormati jangan arogan. Kami sangat mendukung pembangunan rumah saklit tapi caranya harus santun. Saya tegaskan mewakili keluarga Limau eksekusi berkedok pembongkaran itu dilakukan oleh oknum. Saya memberikan apresiasi kepada kepada majelsi hakim di sini kebenaran itu ada. Ternyata majelis hakim sepikiran dengan kami. Ke depannya, sudah pasti terjadi kontra. Katanya saya salah satu penghambat. Hal itu sangat keliru. Yang saya perjuangkan ini adalah kebenaran tidak ada maksud untuk menghalangi. Kami mendukung pembangunan rumah sakit tetapi caranya harus santun,” ujarnya.
“Saya mau ketemu langsung dengan mereka yang keluarkan pernyataan itu. Jika ada niat baik pemprov untuk bertemu saya dan klien kan saya juga bisa pikirkan solusi,” sambungnya menjelaskan.(rjb)