Diminta Hentikan Pembangunan RSUP Manulai, Pemprov NTT ‘Ngotot’ Lanjutkan

1,073

 

Patrolicia.com/provinsi NTT.              Kuasa Hukum keluarga Limau (Yohanes Limau/penggugat, red), Biante Singh meminta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menghentikan sementara pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat (RS UPT Vertikal) di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak Kota Kupang sebagaimana amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang yang memenangkan sebagian Gugatan Keluarga Limau terhadap Pemprov NTT. Namun Pemprov NTT tetap ngotot meneruskan pembangunan rumahsakit tersebut.

Demikian disampaikan Kuasa Hukum Keluarga Limau, Biante Singh saat jumpa pers di bilangan Fatululi, Kota Kupang pada Kamis (24/06/2021).

“Kemarin (tanggal 22 Juni 2021, red), sudah ada putusan oleh Pengadilan Negeri Klas IA Kota Kupang dimana isinya mengabulkan sebagian gugatan keluarga Limau. Karena itu, kami sebagai Kuasa Hukum Keluarga Limau meminta Pemrov NTT untuk mengentikan segala aktivitas diatas obyek sengketa hingga ada keputusan tetap. Ini sesuai dengan salah satu amar putusan Majelis Hakim” ujar Biante.

Biante menjelaskan, Keluarga Limau (Yohanis Limau) telah dinyatakan menang oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klas IA Kupang pada 22 Juni 2021 dalam perkara gugatan perdata nomor 208/Pdt.G/2020/PN KPG, melawan Pemprov NTT.

Biante memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim yang sudah memutus perkara gugatan tersebut dengan seadil-adilnya tanpa intervensi dari pihak manapun. “Di sini (perkara perdata keluarga Limau vs Pemprov NTT, red) kebenaran itu ada. Ke depannya, sudah pasti terjadi kontra. Katanya saya salah satu penghambat pembangunan rumah sakit. Hal itu sangat keliru. Yang saya perjuangkan ini adalah kebenaran. Tidak ada maksud untuk menghalangi. Kami tetap mendukung pembangunan Rumah Sakit tetapi caranya harus santun,” ungkapnya.

Menurut Biante, gugatan Keluarga Limau tersebut sudah dilakukan sebanyak dua kali. Awalnya tahun 2019, pengguat Yohanes Limau menggugat keluarga Penun, cs, Pemprov NTT dan Badan Pertanahan Kota Kupang. Lalu tahun 2020 terjadi perdamaian antara keluarga Penun dan Limau yang dibuktikan dengan akta van bonding. “ karena telah ada perdamaian maka keluarga Limau mencabut perkara tersebut dan mengeluarkan keluarga Penun, cs. Lalu Keluarga Limau mendaftar gugatan baru, yakni menggugat Pemprov NTT dan Badan Pertanahan Kota Kupang,” jelasnya.

Tapi yang mengherankan, lanjut Biante, walaupun dalam proses perkara melakukan pengrusakan berkedok penertiban aset. “Namun kemudian Pemprov NTT melakukan penggusuran rumah warga pada 20 Januari 2020. Pemprov sebenarnya tidak punya kewenangan untuk eksekusi. Yang punya kewenangan adalah pengadilan. Penggusuran itu tanpa perintah pengadilan, itu pengrusakan,” bebernya.

Menurut Biante, Pemprov NTT memiliki pemahaman hukum yang dangkal. “Hal itu sudah terungkap dalam fakta persidangan. Terbukti dalam persidangan Pemprov NTT buat setifikat di atas obyek sengketa pada tahun 2020. Dasar mereka (Pemprov NTT, red) membuat setifikat dimaksud dengan menggunakan putusan yang amarnya itu bersifat NO atau tidak dapat diterima,” jelasnya.

Dalam bukti, kata Biante, yang diajukan Pemprov NTT di Pengadilan Negeri, salah satu yang dilakukan adalah dengan melampirkan pelepasan hak tanpa batas dan tidak ada uraian batas-batas.

“Itu bukan eskekusi tapi tindakan otoriter oleh pemerintah (Pemprov NTT, red). Kalau Pemprov NTT mau lakukan langkah hukum, saya minta hormati jangan arogan. Kami sangat mendukung pembangunan Rumah Sakit, tetapi caranya harus santun. Saya tegaskan mewakili keluarga Limau eksekusi berkedok pembongkaran itu dilakukan oleh oknum,” ungkapnya.

Pemprov Tetap Lanjutkan Pembangunan Rumah Sakit Manulai II
Sementara itu, Pemprov NTT melalui Kapala Badan Aset Daerah Provinsi NTT, Dr. Zeth Sony Libing dalam jumpa pers pada Jumat (25/06/2021), menyatakan banding atas putusan Pengadilan Negeri Klas IA Kota Kupang dan akan melanjutkan proses pembangunan Rumah Sakit Pusat tersebut hingga selesai.

“Alasan Pemprov NTT nyatakan banding ialah karena Pemprov NTT hingga saat ini masih berpegang pada putusan Mahkamah Agung yang inkrah. Objek yang sama dan orang yang sama berperkara dengan Pemprov NTT dan Pemprov NTT menang di Pengadilan Tinggi dan Kasasi (Mahkamah Agung, red),” jelasnya.

Menurut Sony Libing, ternyata objek yang sama. “Objek yang digugat sama dan ternyata di Pengadilan Negeri kami dinyatakan kalah. Karena itu kami telah menyatakan banding. Kami menguji keputusan hakim itu di Pengadilan Banding (Pengadilan Tinggi, red). Itu biasa dalam proses peradilan. Kan masih ada banding dan kasasi di Mahkamah Agung. Keputusan itu belum inkrah,” tandasnya.
Karena belum inkrah, lanjut Kaban Libing, maka pembangunan Rumah Sakit Umum Pusat Kupang tetap dilanjutkan. “Rumah sakit yang sementara dibangun di atas tanah tersebut adalah proyek strategis nasional. Ini juga merupakan Rumah Sakit terbesar nomor dua di Indonesia, Rumah Sakit terbesar di Indonesia Tengah dan Indonesia bagian Timur, dan Rumah Sakit Pusat yang mana Presiden Jokowi minta agar membangun rumah sakit yang sama di NTT, Maluku, dan Papua. Di Maluku sudah di resmikan, sedangkan di NTT dan Papua belum di resmikan,” bebernya.

Sony Libing menambahkan, bahwa rumah sakit yang dibangun tersebut akan menampung 1.500 hingga 2000 orang tenaga kerja. “Di saat masa pandemi ini, banyak anak-anak kita kehilangan pekerjaan mereka. Karena itu, demi kepentingan publik, demi asas manfaat, demi keadilan, pemerintah mengambil sikap tetap banding ke tingkat pengadilan tinggi,” imbuhnya.

Pemorov NTT, lanjut Libing, juga menolak amar putusan Pengadilan Negeri Kupang yang meminta Pemprov NTT menghentikan semua aktifitas pembangunan Rumah Sakit Pusat tersebut. Alasanya, perkarah ini belum ingkrah dan pembangunan Rumah Sakit tersebut demi kepentingan publik sehingga tetap harus dibangun.

“Asas manfaat dan kepentingan publik lebih diutamakan, maka pemerintah provinsi tetap membangun. Pembangunan rumah sakit itu harus tetap berjalan dan proses hukum pun tetap berjalan,” tegasnya. (rjb/tim)