Laporkan Ketua Araksi, Kuasa Hukum Nilai Gubernur NTT Buang-Buang Waktu

1,160

PATROLI CIA.COM/KOTA KUPANG – Laporan dugaan tindak pidana pencemaran nama baik Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) terhadap Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi), Alfred Baun dinilai hanya membuang-buang waktu. Alasanya kritikan Alfred Baun terkait alokasi dana Pemberdayaan Ekonomi Nasional (PEN) Rp 492 Milyar terkait sejumlah proyek investasi ‘abu-abu’ Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT sebagaimana diberitakan sejumlah media online di NTT pada tanggal 29 Mei 2021, bertujuan membela dan memperjuangkan kepentingan publik (masyarakat, red) NTT.

Demikian disampaikan Koordinator TIM PEMBELA DEMOKRASI INDONESIA WILAYAH NTT / TPDI-NTT selaku Kuasa Hukum Araksi, Miridian Dewanta Dado, SH.,MH melalui rilis tertulis yang diterima tim media ini melalui pesan WhatsApp/WA pada Kamis (05/08/2021).

“Hal itu (kritikan terhadap Gubernur VBL, red) bukan merupakan penghinaan dan pencemaran nama baik. Laporan itu hanya buang-buang waktu. Oleh karenanya, alangkah lebih mulia apabila Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat prioritas menindak tegas atau mempidanakan pihak-pihak yang melakukan penyimpangan anggaran, atau menggunakan anggaran tidak tepat sasaran di tubuh Pemerintahan Provinsi NTT selama kepemimpinannya,”saran Meridian.

Menurut Advokad Peradi itu, karena apabila dipahami secara utuh dan menyeluruh, pernyataan-pernyataan Alfred Baun memang sejalan dengan kapasitasnya selaku Ketua ARAKSI yang selama ini getol mengkritisi berbagai kebijakan publik dan penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi NTT, yang terindikasi menyimpang atau melanggar hukum.

“Pernyataan-pernyataan klien kami Alfred Baun itu, dilakukan semata-mata demi menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan publik di Provinsi NTT terkait polemik alokasi dana Pemberdayaan Ekonomi Nasional (PEN) untuk investasi senilai Rp 492 Milyar,” jelasnya.

Kata Meridian Dado, melalui pernyataan-pernyataan yang bernada kritik serta protesnya itu, kliennya Alfred Baun ingin agar Pemprov NTT jujur dalam mengalokasikan secara tepat sasaran anggaran Daerah yang digunakan, sehingga tidak terjadi pemborosan yang merugikan daerah.

“Misalnya seperti kasus budidaya Ikan Kerapu di Teluk Waekulambu, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada oleh Provinsi NTT melalui Dinas Perikanan dan Kelautan yang Gagal Total, karena hasil panen ikan kerapu di teluk tersebut hanya sekitar Rp 78,6 Juta atau hanya sekitar 1 % (persen) dari total dana yang diinvestasikan Pemprov NTT yakni sekitar Rp 7,8 Milyar (APBD NTT 2019 – 2020),” rinci Meridian.

Meridian pun menilai, bahwa dasar dan alasan dari Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, mempidanakan Alfred Baun selaku Ketua ARAKSI NTT adalah terkait pemberitaan media massa lokal yang termuat pada 29 Mei 2021, dimana Alfred Baun menyebut ‘DPRD Nam’kak, Gubernur NTT Na’moeh Soal Investasi ‘Abu-Abu’ Rp 492 M’.

“Dalam berbagai pemberitaan media massa lokal pada 29 Mei 2021 lalu itu, Klien kami Alfred Baun menyebut bahwa Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai Kepala Daerah dinilai tidak jujur alias na’moeh dalam mengalokasikan dana Pemberdayaan Ekonomi Nasional (PEN) untuk investasi ‘abu-abu’ senilai Rp 492 Milyar.

Terkait hal tersebut, Araksi juga menilai DPRD NTT sebagai wakil rakyat yang mengawasi jalannya pembangunan, menganga alias nam’kak, karena menyetujui alokasi anggaran mega proyek yang berkedok pemberdayaan masyarakat dalam APBD NTT Tahun Anggaran (TA) 2021. Dalam pemberitaan tersebut, Araksi menyebut adanya investasi ‘abu-abu’ senilai Rp 492 Milyar untuk budidaya Ikan Kerapu/Kakap (Rp 152 M), Ternak (Rp 100 M), Jagung dan Kelor (Rp 100 M).

Meridian pun mengutip kembali pernyataan Alfred Baun di berbagai pemberitaan media massa lokal pada 29 Mei 2021, yaitu sebagai berikut :

“Saya melihat ada ketidakjujuran dari Bapak Gubernur NTT. Kami orang Timor bilang Na’moeh. Sebagai mitra DPRD, Gubernur tidak jujur dalam mengalokasikan anggaran untuk menjawab program unggulan dari Gubernur NTT untuk mengatasi berbagai masalah, terutama pengentasan kemiskinan di NTT,” jelasnya.

Lanjut Meridian mengutip pernyataan Araksi, “Pemprov sendiri tidak jujur dalam mengalokasikan dan menggunakan anggaran di daerah ini. Itu adalah skenario-skenario penggunaan anggaran yang tidak tepat sasaran. Tujuan dan sasaran mega proyek investasi ‘Abu-Abu’ tersebut tidak jelas. Pemberdayaan ekonomi masyarakat hanya dijadikan kedok belaka.”

Dalam pemberitaan tersebut Alfred Baun membeberkan, sesuai pantauan ARAKSI pilot projects budidaya ikan kerapu, jagung, ternak dan porang tidak berjalan sesuai yang di-gembar-gemborkan oleh Pemprov NTT.

“Di lapangan, tidak ada pemberdayaan masyarakat. Model pemberdayaannya bagaimana? Skenario pengembalian investasinya seperti apa? Rakyat dapat apa? Pemprov dapat apa? Jangan sampai Pemprov berhutang tapi tidak dapat untung malah buntung. Sedangkan pihak ketiga/obsteker nya yang untung,” jelas Meridian mengulang kata-kata Araksi.

Disamping itu, kata Meridian, kliennya Alfred Baun juga pernah menyebut adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp. 127,3 Milyar di lingkup Pemerintah Provinsi NTT, dimana temuan tersebut berasal dari proyek yang merupakan program kerja Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josep Nae Soi. Diantaranya yaitu proyek Tanam Jagung Panen Sapi sebesar Rp. 25 Milyar, proyek pengadaan beras Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 senilai Rp. 18 Milyar, proyek Ikan Kerapu Rp. 23 Milyar, pengadaan APD Covid-19 Rp. 1,7 Milyar, dan program tanam kelor Rp. 700 juta.

Terkait laporan Gubernur Laiskodat, Meridian mengaku pihaknya selaku Kuasa Hukum dari Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI) NTT, Alfred Baun, tetap menghargai sepenuhnya kewenangan Penyidik Ditreskrimum Polda NTT yang saat ini sedang menyelidiki kasus dugaan tindak pidana pencemaran nama baik terhadap Gubernur Laiskodat. (rjb/tim)