Mutu Aspal Pota-Waekelambu Rendah, Warga Buntal Minta PPK Dan PT. BCTC Bertanggungjawab

1,127

Patroli cia com/provinsi NTT.              Warga Desa Gololijun, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur, meminta PT. BCTC dan Pejabat Pembuat komitmen (PPK) proyek peningkatan jalan provinsi ruas Pota – Waekelambu untuk bertanggungjawab terhadap mutu pekerjaan aspal/hotmix yang rendah.

Demikian dikatakan Fransiskus Lambuk, warga Desa Gololijun kepada wartawan di lokasi proyek.

 

“Mutunya rendah pak, kalau begini kontraktor dan PPK harus tanggung jawab pak. Mereka harus perbaiki,” ujarnya

 

Ia meminta aparat penegak hukum (APH) di NTT dan Gubernur NTT untuk bisa turun ke lapangan guna melihat langsung kualitas aspal yang dikerjakan oleh rekanan itu.

 

Untuk membuktikan betapa buruk dan tipisnya hotmix hasil pekerjaan itu, Frans pun mencoba mencungkil aspal tersebut menggunakan jari telunjuknya. Alhasil, sebagian aspalnya pun terbongkar remuk.

 

Sementara pada lapisan dasarnya terlihat tanah dan debu dan batu bulat bercampur abu yang memang tidak melengket dengan aspal yang telah dihampar. Selain mencungkil aspal tersebut, Frans pun menunjukan kepada tim media ini, aspal yang telah berlubang. Hotmix yang berlubang itu akibat warga setempat memarkir sepeda motor menggunakan standart dua.

 

“Pak lihat sendiri, ini aspalnya tipis dan dibawah ini banyak batu bulat dan tanah, kita parkir motor pakai standar dua saja, permukaan aspalnya langsung lubang dan pecah,” ujarnya sambil menujukan sekitar belasan titik aspal yang pecah.

 

Dirinya menegaskan pekerjaan aspal yang dikerjakan oleh PT. BCTC sepanjang 1 KM ini benar-benar tidak mengunakan agregat, tetapi lapisan dasarnya mau dibilang lapen juga salah. “Karena PT. BCTC ambil cadas diatas situ pak, dan saya pastikan tidak ada agregat, material itu hanya batu kali/ batu bulat bercampur pasir yang diambil dari kali buntal, sebagai pengganti agregat dan dicampur dengan sirtu gunung yang diambil dari lereng-lereng bukit yang digunakan sebagai pondasi badan jalan (yang dilebarkan),” ungkapnya.

 

Menurut Frans, pihak PT. BCTC mengambil batu kali/batu bulat dari kali Buntal itu dan digunakan sebagai urpil pada pekerjaan hotmix itu, mendapat izin dari tuan tanah sebagai pemilik lahan.

 

“Selama kerja hotmix ini, saya disini terus pak, jadi tidak ada agregat yang mereka gunakan, kalau pihak pengawas mengatakan bahwa ada agregatnya, kenapa kondisi aspalnya saat ini sudah pecah dan permukaan aspalnya dari punggung kerbau tetapi sekarang sudah rata semua ? Kalau ada agregatnya, maka kualitas jalannya sama seperti hasil pekerjaan PT. Wijaya itu pak,“ tandasnya sambil menunjuk batu kali/batu bulat yang berada di bibir aspal.

 

Sementara itu warga lain yang meminta agar namanya tidak usah dipublikasikan menyanyangkan proyek Pekerjaan Hotmix Ruas Pota – Waiklambu yang dikerjakan oleh PT. Bina Citra Teknik Cahaya (BCTC, red,-) tahun anggaran 2020 akhirnya harus menyisakan masalah.

 

Sambil menggeleng-geleng kepala, dirinya menegaskan Proyek yang menggunakan anggaran miliaran rupiah itu diduga jauh menyimpang dan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis dan RAB yang ada.

 

“Tolong sampaikan kepada bapak Gubernur, proyek dengan anggaran begitu besar untuk kami masyarakat kecamatan Elar, tetapi ironisnya mengapa pekerjaan tersebut diduga tetap dibiarkan berjalan oleh pengawas konsultan dan Pejabat Pembuat komitemnya (PPK) dinas PUPR Propinsi NTT, sampai dengan terbayarnya termin pekerjaan kepada PT. BCTC sebagai kontraktor pelaksana,” paparnya kesal.

 

Dirinya meminta kepada PPK (Pejabat Pembuat Komitmen ) selaku KPA ( Kuasa Pengguna Anggaran) pada Dinas PUPR Propinsi NTT yang paling bertanggung jawab atas dugaan penyimpangan pekerjaan itu karena pekerjaan hotmix yang dikerjakan oleh PT. BCTC terkesan asal-asalan.

 

Menurut beliau, kurangnya pengawasan pekerjaan dari Dinas PUPR Propinsi NTT terutama dari PPK sehingga pihak rekanan yaitu PT. BCTC begitu leluasanya mengambil material batu kali / batu bulat bercampur pasir dari kali Buntal sebagai pengganti agregat secara ilegal, tanpa ada monitoring atau teguran dari PPK.

 

Longgarnya pengawasan tersebut diduga ada sebuah konspirasi antara pajabat dan pihak PT. BCTC, sehingga pekerjaan tersebut tetap berjalan sampai selesai meskipun material yang digunakan tidak sesuai spesifikasi dan diambil dari tambang secara ilegal / tanpa ada izin dari dinas terkait.

 

“Saya tidak tahu mengapa pengawas dan PPK membiarkan perusahaan ini mengerjakan tidak sesuai spesifikasi dan mengambil material secarailegal, ini sama halya PT. BCTC merampok uang negara dan diamini oleh Dinas PUPR setempat, “ paparnya. (rjb/tim)