Patrolicia.com/provinsi NTT. Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) secara resmi melaporkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) ke Komisi Kejaksaan Agung dan Satgas Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI).
Demikian disampaikan Ketua Araksi, Alfred Baun dalam jumpa pers di bilangan Kota Kupang, pada Rabu (30/06/2021).
“Araksi telah melaporkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT Komisi Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Satgas Kejagung RI pada tanggal 28 Juni 2021 dengan tanda terima laporan No: 6921-0541/BTT/KK/VI/2021, terkait Kasus Korupsi Bawang Merah Malaka,” ujar Alfred.
Araksi, lanjut Alfred, menilai Kejati NTT telah lalai dan melanggar aturan Perundang-undangan pasal 1 KUHAP tentang hukum acara, khususnya asas percepatan penanganan kasus tindak pidana korupsi.
“Kami menduga Kajati NTT telah lalai dalam mengaplikasikan pasal 1 tersebut sehingga mengeluarkan berita acara P21 sejak tanggal 6 Mei 2021 dan Surat Permohonan dari Kapolda NTT untuk penyerahan Tahap II per tanggal 26 Juni 2021. Karena ada kelalaian itu menyebabkan terjadi peluang dan ada gugatan prapeadilan sehingga 9 (sembilan) tersangka dalam kasus bawang merah Malaka bebas demi hukum,” ungkap Alfred.
Selain itu, jelas Alfred, Kajati NTT diduga telah melanggar Nota Kesepahaman/MoU (Memorandum of Understanding) antara Jaksa Agung RI, Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) RI dan Kapolri tentang kesepakatan bersama pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Yang terjadi ialah kelonggaran yang dilakukan Kejati NTT sehingga memberikan ruang pada para pelaku Koruptor. Khususnya kasus bawang merah Malaka, sehingga mengambil ruang menggugat dan akhirnya mereka harus bebas. Itu menunjukkan tidak ada keseriusan kinerja dari Kejati NTT harus dipertanggungjawabkan sesuai sumpah janji jabatan,” tegas Alfred.
Seperti diberitakan sebelumnya (25/06/2021), Aliansi Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Araksi) meminta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk ‘angkat kaki’ alias tinggalkan NTT kalau tidak sanggup menyelesaikan/menerima pelimpahan tahap 2 (pelimpahkan BAP, barang bukti, dan tersangka, red) kasus korupsi bawang merah Malaka dari Polda NTT untuk disidangkan.
“Kalau Kajati Yulianto tidak bisa tuntaskan proses hukum kasus bawang merah Malaka, Lebih baik ‘angkat kaki’ saja dari NTT. Jangan buat daerah yang miskin ini makin tambah miskin,” ujar seorang orator Araksi.
Menurutnya, Kajati Yulianto saat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Waikabubak (Kabupaten Sumba Barat, red) pernah mendapat penghargaan sebagai Kajari Terbaik di seluruh Indonesia.
“Sehingga saat dilantik menjadi Kajati NTT, Kajati Yulianto katakan serasa pulang ke rumah sendiri. Kajati Yulianto berjanji akan berikan kado terbaik untuk rakyat NTT. Mana janji itu? Kalau tidak mampu tuntaskan (pelimpahan berkas tahap 2 untuk disidang di Pengadilan Tipikor, red) kasus bawang merah, kasus Awalolong dan kasus lainnya yang ditangani Polda NTT, sebaiknya ‘angkat kaki’ dari NTT,” teriak sang orator.
Kenyataannya, lanjut sang orator, kasus Korupsi bawang merah Malaka sudah berulang tahun tapi tidak tuntas. “P-19 bolak-balik sebanyak 8 kali. Sudah P-12 pun, Kejati tidak terima pelimpahan berkas tahap 2. Akibatnya memberi peluang untuk para koruptor melakukan praperadilan,” tudingnya.
Para pendemo menduga, pihak Kejati NTT yang sengaja mengulur waktu lalu menyuruh tersangka korupsi melakukan gugatan praperadilan. “Karena materi gugatannya sangat lengkap, seperti yang termuat dalam BAP. Yang pegang BAP kan hanya Polda dan Kejati, masyarakat bisa menilai sendiri, materi BAP itu bocor darimana?” ungkapnya.
Pendemo dari Araksi menilai bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak ada kecekatan yang baik dan perhitungan strategis dalam penanganan suatu kasus korupsi (kasus korupsi Bawang Merah Malaka, red) sehingga memberikan ruang kepada pihak lain untuk menang dalam praperadilan.
Araksi mempertanyakan mengapa setelah Kejati NTT melakukan P21 kemudian tidak ditindaklanjuti Jaksa Penuntut Umum? Padahal, hal tersebut telah disampaikan berkali-kali oleh Polda NTT kepada Kajati NTT secara langsung dan menjelaskan bahwa penyidik Polda NTT selalu berkoordinasi lisan secara berturut-turut dengan JPU sejak tanggal 13 Mei – pada 23 Juni 2021.
Ada sejumlah poin tuntuan yang disampaikan Araksi dalam aksi damai tersebut, yakni; mendesak Kejaksaan Tinggi NTT untuk segera menerima tahap dua Kasus Bawang Merah Kabupaten Malaka, mendesak Kejati NTT untuk segera menyidangkan kasus Bawang merah Malaka di Pengadilan Tipikor Kupang.
“Kejaksaan Tinggi jangan mendiskriminasi Polda NTT, mendesak Pengadilan Tinggi NTT agar segera mengevaluasi Hakim-Hakim nakal di pengadilan Tipikor Kupang, jika dalam waktu 1×24 jam, Kejati NTT tidak mengindahkan tuntutan ini, maka Araksi akan kembali dengan jumlah masa yang lebih banyak,” tandasnya.
Ketua Araksi, Alfred Baun yang dikonfirmasi tim media ini seusai aksi damai tersebut pada pukul 17.23 Wita mengungkapkan bahwa dalam pertemuannya bersama Wakajati NTT dan Aspidsus serta Kasintel Kejati NTT disela aksi damai tersebut berbuah bahwa keputusan praperadilan tidak menganulir P21.
“P21 tetap berjalan. Tadi pak Kajati berjanji setelah kita keluar itu, pihak Kejati NTT akan berkordinasi dengan pihak Polda NTT untuk menindak lanjuti P21 dan mempelajari putusan praperadilan. Putusan praperadilan sampai saat ini belum ada di tangan kejati dan polda NTT, “jelas Alfred Baun.
Koordinasi yang dimaksud, lanjutnya, adalah untuk penyerahan tahap dua. Deadline waktu yang berikan Araksi adalah 1×24 jam.
“Tadi kami juga sudah serahkan 5 poin tuntutan. Sikap ARAKSI sendiri, kalau Kejati tidak ditepati kita akan datangi Kejati dengan masa yang lebih besar,” ungkapnya. (rjb./tim)